Ruang Liminal dalam Perjalanan Hidup Manusia

Lavanya Podcast
3 min readJan 6, 2022

Ruang liminal adalah ambang. Ia juga bisa diartikan sebagai suatu ruang atau situasi di mana seseorang merasa berbeda, asing, atau tidak nyaman. Situasi tersebut menggambarkan perasaan seseorang berada di ambang sesuatu. Sadar atau tidak, kita pernah atau sedang mengalami ruang liminal dalam perjalanan hidup kita. Lalu, bagaimana bentuk ruang liminal tersebut?

Photo by LOGAN WEAVER on Unsplash

Ruang liminal ini termasuk ke dalam bentuk non-fisik. Ia sering terkait dengan perasaan orang yang sedang mengalaminya. Berikut bentuk-bentuk ruang liminal yang pernah atau sedang dilalui oleh seseorang di hidupnya.

Perceraian. Pernikahan adalah salah satu kejadian luar biasa di kehidupan manusia. Hal ini sekaligus awal cerita seseorang menghabiskan sisa waktu bersama orang lain. Dengan pernikahan, dua insan bertumbuh bersama. Kamu bisa saja menjadi orang yang berbeda karena adanya kehadiran orang lain di hidupmu.

Perceraian terjadi secara tidak terduga. Akibatnya, kamu merasa seakan kehilangan arah hidup. Kamu tidak tahu siapa dan di mana dirimu. Bahkan, kamu tidak tahu apa yang akan kamu lakukan saat ini dan nanti.

Kita hidup dengan memiliki tujuan tertentu. Namun, perceraian bisa jadi salah satu pemberhentian sementara di tujuan yang tengah kamu cari. Semakin lama usia pernikahan, maka semakin sulit seseorang untuk memutuskan perceraian. Hal ini dikarenakan ia tidak bisa membayangkan perjalanan hidupnya tanpa adanya pernikahan.

Kehilangan pekerjaan. Kamu bekerja dan sukses. Itu merupakan salah satu momen penting dalam sejarah hidupmu. Akan tetapi, kamu merasa linglung ketika kehilangan pekerjaan yang sudah digeluti selama bertahun-tahun. Seluruh dedikasi telah tercurahkan demi pekerjaanmu. Kesuksesanmu pun tidak mampu bertahan lama. Maka dari itu, kehilangan pekerjaan merupakan titik di mana antara kamu berhenti berusaha atau melanjutkan hidup dengan pekerjaan baru.

Pindah ke tempat baru. Tubuh boleh pindah, namun belum tentu dengan mental. Kamu tahu di bumi mana kamu berpijak, tapi pikiranmu masih mengembara. Kamu tidak tahu siapa dirimu di lingkungan baru, bahkan tidak tahu bagaimana memantaskan diri di tengah komunitas anyar tersebut.

Permulaan memang selalu sulit. Pindah ke suatu tempat baru berarti memulai semuanya dari awal. Hal ini sekaligus meninggalkan hal-hal yang sudah biasa bagimu. Kamu sedang berada di ambang lelah memulai atau berusaha beradaptasi.

Hasil diagnosis kesehatan. Tidak ada satu orang pun yang ingin sakit. Ketika diagnosis kesehatan menyatakan sebaliknya, maka di situlah kegelisahanmu muncul. Kamu lega bahwa sakitmu telah diketahui. Disatu sisi, kamu bingung akan bagaimana kehidupanmu selanjutnya. Pada akhirnya, kamu berada di situasi membiarkan penyakitmu atau mulai berteman dengan obat.

Quarter Life Crisis. Usia dua puluh keatas merupakan usia krusial seseorang akan jati diri, masa depan, pekerjaan, hingga pasangan hidup. Dua dekade kehidupan telah dilalui. Sedikit demi sedikit, waktu bermain kian berkurang. Kehidupan orang dewasa mulai menjajal masuk ke hidupmu yang belum siap menerimanya. Seperti memilih dua pilihan, tetap sama atau berusaha berkembang dengan memeluk tanggung jawab seiring bertambahnya usiamu.

Setiap orang setidaknya pernah mengalami satu dari sekian kejadian tersebut. Kamu pun pasti pernah atau sedang mengalaminya. Ketika kamu menemukan asal ketidaknyamananmu, maka kamu tahu apa yang bisa diperbuat. Badai pasti berlalu. Ia mampu menguatkanmu daripada sebelumnya.

Rafarda Septiardhya

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Lavanya Podcast
Lavanya Podcast

Written by Lavanya Podcast

Started from a podcast and expanding to written sharing platform. Always believe in people power and our slogan “Love, Respect, Believe”.

No responses yet

Write a response