Hustle Culture: Pahitnya Kerja (Terlalu) Keras

Lavanya Podcast
3 min readOct 21, 2021

Kita pasti sangat awam dengan dua kata berikut: kerja keras. Kita memang perlu bekerja keras, terutama demi kehidupan diri kita sendiri. Kalau tidak, kita tidak akan bisa bertahan hidup. Kedua kata tersebut mampu membangkitkan semangat seseorang untuk mengejar tujuannya, sekaligus menjadi sebuah beban baru. Ketika kerja dirasa terlalu keras hingga berdampak negatif pada diri dan sekitar, maka kamu sedang mengalami hustle culture.

Photo by Zachary Keimig on Unsplash

Hustle culture merupakan situasi terlalu banyak bekerja atau overwork hingga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Pekerjaan mampu menyita terlalu banyak waktu dan nyaris tidak ada kesempatan untuk me-time. Ini dikarenakan konsep “kerja keras” hingga lupa bahwa kita juga perlu sesekali “bernapas”. Situasi ini banyak dialami terutama oleh kalangan milenial dan generasi Z.

Apakah kamu pernah mendengar motto “kerja keras adalah kunci kesuksesan”? Hustle culture mulai tren seiring dengan adanya motto tersebut. Kamu perlu tahu bahwa tidak selamanya kerja keras berbanding lurus dengan kesuksesan. Ada faktor-faktor lain yang menentukan seseorang sukses diluar kerja keras. Kamu mungkin merasa sudah bekerja sangat keras melakukan sesuatu hingga merasa capek banget. Bisa jadi, kamu tidak tahu bahwa sebenarnya kamu telah mencurahkan seluruh energi pada hal yang salah. Kerja keras memang perlu, namun bekerja tanpa tahu tujuan yang sebenarnya tidak akan memberikanmu keuntungan apapun.

Selain itu, hustle culture mengaburkan konsep produktif yang sesungguhnya. Ini terjadi ketika kamu merasa bahwa beristirahat barang sejenak justru membuatmu merasa tidak bekerja sama sekali. Kamu pun akan langsung membuka laptop atau komputer untuk mengerjakan apapun yang bisa dikerjakan. Bila merasakan hal demikian, maka kamu perlu menanyakan kepada dirimu sendiri. Apakah selama ini kamu benar-benar produktif atau semata menyibukkan diri? Lalu, apakah kamu bekerja dengan tujuan tertentu atau hanya mengisi kekosongan waktu?

Hustle culture juga membuat kehidupan antara pribadi dan pekerjaan menjadi tidak seimbang. Kamu bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan. Alih-alih mengutamakan kualitas, kamu justru mengutamakan sebanyak apa pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam satu waktu. Ingat, kamu bukan robot yang mampu bekerja diluar batas waktu. Robot saja bisa rusak karena memaksakan daya tahannya. Lalu, bagaimana dengan daya tahan tubuhmu? Apakah tubuhmu bisa menandingi si robot?

Tidak hanya tubuh, hustle culture juga memberikan dampak negatif pada kesehatan mental. Semua ini bermula ketika muncul kebiasaan baru yang tidak sehat demi mendukung pekerjaan. Agar tidak ngantuk, kamu mulai memutuskan untuk minum kopi. Kopi berkafein tinggi mampu menahan kantuk lebih lama. Tapi, efeknya yakni waktu biologis tidurmu turut berubah. Kamu bisa mendapatkan jam istirahat lebih banyak dan bangun lebih siang atau kurang istirahat dikarenakan harus bangun pagi. Kamu melupakan sarapan dan berangkat kerja dini hari demi menghindari jam rawan kemacetan. Ataupun ketika bekerja dari rumah, kamu sudah harus stand by di depan laptop. Rutinitas ini akan membuatmu merasakan keletihan luar biasa dan burnout.

Hustle culture juga memunculkan lingkungan kerja kompetitif yang toksik. Para pekerja melihat bahwa salah satu cara untuk mendapatkan promosi atau keuntungan lainnya adalah melalui kerja keras nan cepat. Misal seorang pekerja bekerja di luar batas waktunya agar mendapatkan promosi jabatan atau kenaikan gaji. Perilakunya bisa memancing pekerja lain untuk melakukan hal yang sama atau lebih keras daripada dirinya. Kompetisi menjadi tidak sehat dikarenakan kondisi tubuh mereka sendiri yang dipertaruhkan.

Kita memang hidup di dunia serba cepat. Namun, tidak selamanya kita dituntut untuk memiliki ritme yang sama dengan dunia. Sesekali kita perlu berjalan pelan atau berhenti. Sempatkan diri untuk menikmati dunia sekitar.

Rafarda Septiardhya

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Lavanya Podcast
Lavanya Podcast

Written by Lavanya Podcast

Started from a podcast and expanding to written sharing platform. Always believe in people power and our slogan “Love, Respect, Believe”.

No responses yet

Write a response