Emotional Sponge: Sang Penyerap Emosi yang Kelelahan
Setiap hari kita pasti bertemu orang, entah itu teman, pasangan, kolega, atau lainnya. Ada saat-saat dimana kita menjadi tempat curhat bagi masalah seseorang. Reaksi orang pun beragam. Ada orang yang biasa saja setelah mendengar curhat orang lain. Ada juga yang mampu berempati namun tetap tidak mencampurkan curhat di kehidupan mereka. Ini bisa dikatakan bahwa mereka mampu mengelola reaksi emosi atas curhat seseorang dengan baik. Namun, ada beberapa yang terlalu berempati dan sangat peka akan beban orang lain. Mereka kesulitan mengatur emosi dan juga terlalu sensitif terhadap apa yang terjadi di sekitar. Tanpa sadar, emosi tersebut dibawa hingga mereka pulang. Kondisi ini sebenarnya melelahkan psikologis karena “menyerap” emosi milik orang lain. Apabila merasakan hal demikian, kemungkinan kamu mengalami emotional sponge.
Emotional sponge merupakan kondisi ketika seseorang memiliki empati tinggi akan permasalahan yang sedang dihadapi oleh orang lain. Ia merasa mudah untuk merasakan emosi dan penderitaan orang lain seakan mengalami kejadian yang sama. Emotional sponge juga sangat peka dan bisa menyerap hal-hal negatif di kehidupan sehari-hari. Misalnya berada di lingkungan pekerjaan yang penuh tekanan mampu memengaruhimu dengan mudah. Pemilik emotional sponge pun menunjukkan bahwa ia lebih rentan terhadap berbagai rangsangan emosional. Efeknya yakni sering kelelahan, merasa kecewa, sakit kepala, cemas, stres, atau insomnia. Pada kasus berat, burn out hingga gangguan kecemasan akan muncul seiring berjalannya waktu.
Seseorang yang memiliki emotional sponge menunjukkan ciri-ciri kepribadian berikut ini.
- Sangat peka terhadap lingkungan sekitar
- Terpengaruh oleh banyak hal
- Memiliki empati tinggi
- Susah mengelola emosi
- Memiliki refleks
- Cenderung menganalisa setiap situasi hingga detil. Misal kamu mengulangi sesuatu yang telah diucapkan, dilakukan, atau diputuskan sebelumnya di kepalamu
- Menuntut diri sendiri
- Memahami suatu kejadian dengan terlalu membawa perasaan. Contohnya apabila terjadi sesuatu di lingkunganmu, maka kamu bertanya-tanya apakah hal tersebut berhubungan denganmu atau tidak
- Sensitif akan kritik
- Sangat menghargai seni
- Cenderung mudah terpengaruh oleh berita negatif atau buruk
Salah satu cara mengatasi emotional sponge yakni mengarahkan sebagian energi empati kepada diri sendiri. Kamu boleh berempati kepada orang lain, tapi jangan lupa untuk menyayangi diri sendiri. Jangan lupa untuk menetapkan batasan demi melindungi diri. Perlu diingat bahwa kamu tidak dapat membantu semua orang. Cara lain yakni melatih ekpatik agar tidak mudah terpengaruh. Ekpatik atau ecpathy merupakan kebalikan dari empati dimana seseorang mampu mengesampingkan perasaan, sikap, pikiran dan dorongan yang disebabkan oleh orang lain. Dengan mengembangkan kemampuan ini, maka kamu bisa mencegah diri dari pengaruh emosi sekitar. Selain itu, kamu juga bisa berhubungan dengan orang lain tanpa perlu membebani psikologismu. Kemudian, pengelolaan emosi harian juga diperlukan. Latihlah diri untuk mengurangi dampak emosi di kehidupan sehari-harimu, entah itu emosi milikmu maupun orang lain. Mulailah dengan mengidentifikasi emosi yang ada, memahaminya, dan turunkan intensitasnya. Hidupmu akan berangsur lebih baik daripada sebelumnya.
Memiliki empati adalah sebuah kelebihan. Namun, mempunyai empati berlebihan justru menyakiti dirimu sendiri. Mulailah menyayangi diri sendiri, karena tidak semuanya mampu menyayangi dirimu sebaik kamu.
Rafarda Septiardhya