Cyber Ethics: Ketika Internet Memiliki Sebuah Etika
Manusia sangatlah diuntungkan dengan kehadiran internet yang membantu aktivitas sehari-hari menjadi lebih mudah dilakukan. Dengan banyaknya kemudahan yang diberikan oleh kecanggihan teknologi tersebut, siapa sangka bahwa luasnya teritori dunia maya yang tak terhingga ditambah dengan cepatnya perubahan di dalamnya, bisa membawa malapetaka bagi penggunanya jika tidak digunakan dengan bijak. Masalah yang sering muncul yakni dalam hal beretika. Bagaimana seharusnya kita beretika dalam menggunakan internet?
Istilah cyber ethics memang lebih dekat dikenal dalam dunia IT, menurut Center for Internet Security, cyber ethics mengacu pada perilaku bertanggung jawab terhadap internet. Hal tersebut bisa dikategorikan sebagai aturan yang tidak tertulis. Namun, seharusnya bisa dipatuhi demi terciptanya interaksi yang sehat antara sesama pengguna internet.
Belakangan ini banyak terjadi kekhawatiran yang disebabkan oleh penggunaan internet yang kurang bijak. Masih banyak problema seperti penyebaran berita palsu, penipuan online, ujaran kebencian antar SARA, hingga cyberbullying yang terjadi khususnya di Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya survey oleh Digital Civility Index (DCI) bahwa Indonesia menduduki peringkat 29 dari 32 negara dan menempati posisi terbawah se-Asia Tenggara dalam kesopanan berinternet. Survei yang diambil pada pertengahan tahun 2020 tersebut didukung adanya kontribusi pengguna internet dewasa dengan banyak presentase 68 persen.
Pengaruh yang disebabkan oleh banyaknya gangguan dan tidak amannya penggunaan internet bisa berimbas pada kesehatan mental, kontrol emosi seseorang, hingga adanya percobaan bunuh diri. Misalnya saja dengan adanya negative comment yang ditinggalkan pada sebuah postingan Instagram dapat berdampak besar bagi kepribadian seseorang. Implementasi dari beretika adalah dimana kita mengetahui letak benar atau salah terhadap sesuatu, dan jika ranahnya adalah internet, sudah selayaknya kita paham bahwa apa yang kita utarakan akan menjadi konsumsi publik.
Kasus-kasus nol etika di Indonesia didukung dengan adanya peningkatan jumlah buzzer di dalam komunitas online. Tugas buzzer sendiri biasanya menyebarkan berita-berita yang tidak bertanggung jawab. Ada juga tokoh-tokoh elite di dalam dunia politik hingga entertainment yang membuat blunder dalam topik tertentu. Jika sudah seperti itu, selayaknya pekerjaan yang harus segera dituntaskan, masyarakat sebagai pengguna internet akan sigap untuk bereaksi. Respon yang ditinggalkan pasti antara pro dan kontra, dan sekali lagi, etika kadang tidak dijadikan pegangan. Tak sedikit pula yang membabi buta, tanpa mementingkan perasaan.
Untuk menciptakan cyberspace yang aman dan nyaman, hendaknya kita memerhatikan hal-hal di bawah ini:
- Tinggalkan kesan yang baik dan sopan. Buatlah postingan dan tulisan yang memiliki makna baik untuk dikonsumsi publik.
- Setel batas penggunaan internet. Bijaklah dalam menggunakan internet, don’t waste your lifetime for surfing the untouchable!
- Gunakan pengaturan privasi. Untuk hal-hal yang penting dan harus dilindungi, setelan privasi adalah sesuatu yang wajib.
- Minta pertolongan jika dibutuhkan. Jika menemui sesuatu unfamiliar di internet, atau mendapati diri kalian sedang diserang, jangan sungkan untuk meminta pertolongan.
Memang sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa banyak resiko yang dihadapi jika kita tidak bijak dalam menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya kemudahan yang ditawarkan membuat kita terlena akan adanya etika yang harus diterapkan. Sudah seharusnya kita memiliki pengalaman online yang menyenangkan, aman, dan nyaman dengan selalu berpedoman pada cyber ethics agar terhindar dari ancaman cyber crime dan dampak-dampak negatif yang harus hindari. Be a mindful netter! (fml)