Cave Syndrome: Rumah adalah Tempatku Berlindung
Beberapa orang menganggap bahwa melakukan kegiatan di rumah jauh lebih nyaman. Dalam dunia kerja, memang ada beberapa pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa perlu repot-repot keluar rumah. Namun, ada orang yang memilih menetap di dalam rumah dengan alasan tertentu. Ia yang sebelumnya memiliki rutinitas di luar rumah, justru menarik diri dari kehidupan luar. Hal ini biasanya dikarenakan pernah mengalami suatu situasi, kondisi, atau pengalaman tertentu dan ingin menghindarinya. Perilaku ini pun berlangsung tidak sebentar. Bagi penderita cave syndrome, rumah adalah satu-satunya tempat perlindungan.
Cave syndrome merupakan suatu kondisi seseorang yang merasa aman dan nyaman menjalani kehidupannya di dalam rumah serta mengalami kesulitan dalam meraih kembali kehidupan sosialnya. Kehidupan tersebut bisa berupa pekerjaan tatap muka, rutinitas di luar rumah, dan interaksi sosial. Ciri utama dari cave syndrome adalah penderita pernah mengalami peristiwa traumatis. Bullying hingga pelecehan seksual yang diterima akan membawanya pada keputusan untuk “mengurung” diri dari dunia luar. Meskipun demikian, penderita sebenarnya juga memiliki harapan untuk meninggalkan rumah dan kembali pada rutinitas lamanya. Ia ingin kembali pada pekerjaannya, keluarganya, temannya. Ada kesadaran pada dirinya bahwa ia harus keluar untuk menghidupi dirinya sendiri. Namun, dibalik semua keinginan dan kesadarannya, ia merasa tidak mampu melakukannya.
Bila sedang dalam kondisi cave syndrome, maka ia akan merasa sangat cemas apabila harus melakukan suatu kegiatan di luar rumah. Misalnya pergi berbelanja mingguan atau bulanan, menghadiri rapat atau pertemuan, atau mengunjungi kerabat. Bahkan, ada saat-saat tertentu dimana ia merasa tertekan jauh sebelum hari H tiba.
Cave syndrome dapat dialami oleh orang-orang dengan kepribadian ekstrovert maupum introvert. Ini dikarenakan kejadian traumatis bisa terjadi dimana saja, kapan saja, kepada siapa saja dan akan berdampak besar kepada siapapun yang mengalaminya. Lalu, ia memunculkan rasa kecemasan terkait meninggalkan rumah setelah mengalami pengalaman buruk. Tentu saja si pemancing kecemasan adalah peristiwa yang baru saja terjadi. Walaupun ia harus keluar rumah suatu saat, tetapi pemikiran-pemikiran akan peristiwa tersebut membuatnya tidak nyaman. Selain itu, ia juga bisa merasakan efek terhadap fisik dikarenakan terlalu lama di rumah, seperti pusing hingga mati rasa.
Kejadian traumatis memang sulit dilupakan dan diatasi. Ia akan selamanya berada di memori kita. Mau tidak mau kita akan menghadapinya. Carilah pertolongan apabila membutuhkan bantuan. Kita perlu kembali menyadari bahwa kita harus bergerak untuk hidup.
Rafarda Septiardhya