Book-Shaming: Menyinggung Seseorang Karena Bacaan
Buku memiliki beragam bentuk dan genre. Setiap orang memiliki favoritnya masing-masing. Misal si A membaca genre science. Ia menikmati buku-buku bermuatan ilmu pengetahuan yang lekat dengan kehidupan manusia. Sedangkan si B menyukai genre fiction yang berisi dunia imajinasi jauh dari kesan realita. Suatu hari, si A beranggapan bahwa buku bacaan si B terlalu imajinatif. Si B pun menjadi tidak percaya diri akan bacaannya. Apabila mendapatkan sikap demikian, maka kamu sedang mengalami book-shaming.
Book-shaming adalah istilah yang digunakan ketika orang merendahkan, menghina, atau mempermalukan orang lain atas buku yang dibacanya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesukaan penulis, buku, atau genre. Lalu, ia cenderung membandingkan bahwa buku bacaannya lebih terkenal, keren, atau kekinian daripada orang lain. Dampak yang diterima oleh penderita book-shaming yakni menjadi kurang percaya diri.
Sadar atau tidak sadar, kita mungkin pernah melakukan book-shaming kepada seseorang. Berikut perilaku book-shaming yang perlu kita kenali.
- Membandingkan genre suatu bacaan. Setiap orang memiliki genre favorit. Umumnya, seseorang menyukai minimal satu genre. Si A suka buku politik, sedangkan si B suka buku romantis. Ketika salah seorang membandingkan genre favoritnya, maka itu sudah termasuk book-shaming. Mengagungkan suatu genre tidak membuatmu menjadi lebih baik dari pembaca lain.
- Membandingkan penulis buku. Para penulis buku mempunyai kekuatan dan ciri khasnya tersendiri. Kita bisa menemukan keindahannya dari segi alur cerita, penggunaan diksi, penokohan, atau lainnya. Alih-alih membuat perbandingan, lebih baik kita turut menggaungkan karya-karya mereka tanpa menyakiti perasaan si penulis maupun pembaca.
- Beropini negatif terkait bacaan orang lain. Misal novel fiction berisi terlalu banyak kemustahilan. Komik dianggap hanya sebatas gambar ilustrasi tanpa memiliki makna di dalamnya. Padahal, apapun bacaannya, pasti ada tujuan yang ingin disampaikan kepada pembaca.
- Merasa membaca buku paling keren. Kita menutup diri untuk menjelajahi buku selain genre kesukaan. Ini terjadi karena kita merasa sudah mampu memahami buku tertentu daripada orang lain, seperti sastra, politik, atau buku berat lainnya.
- Merasa paling pintar setelah membaca buku bersubstansi berat. Tidak semua orang merasa nyaman saat membaca buku berat. Namun, bukan berarti kita menghina pembaca lain hanya karena membaca buku lebih ringan.
- Menganggap aneh atau sok pintar bagi pembaca dengan tema buku tidak biasa. Ada beberapa orang yang membaca buku dengan topik tidak umum. Hargailah mereka dan bacaannya. Tidak semua bacaan mereka cocok bagi kita, begitu juga bacaan kita yang belum tentu cocok bagi mereka.
- Mengotak-ngotakkan pembaca. Kita perlu mengubah mindset bahwa buku bermuatan berat hanya bisa dibaca oleh pembaca dewasa. Tidak menutup kemungkinan ada anak remaja bahkan sudah mampu membacanya. Lalu, apakah genre romantis hanya bisa dinikmati oleh wanita? Apakah pria tidak bisa menikmati hal sama? Ubah mindset tersebut dan mulailah menghargai pembaca lain.
- Melabeli seseorang atas dasar bacaan. Tidak sedikit anggapan yang menyatakan bahwa pembaca komik adalah kekanak-kanakan. Padahal, tidak semua isi komik cocok untuk anak-anak, dari konten, gambar, atau bahasa. Anggapan lain yakni pembaca buku romantis cenderung melankolis. Lebih baik kita apresiasi mereka karena masih mampu membaca di sela-sela kesibukan.
Buku diciptakan untuk menyebarkan ilmu, bukan menjadi ajang perbandingan. Bacalah buku sebanyak-banyaknya selagi sempat. Lalu, bacalah tanpa perlu menyinggung siapapun.
Rafarda Septiardhya