Bandwagon Effect: Kereta Musik Manakah Yang Akan Kamu Naiki?

Lavanya Podcast
2 min readApr 15, 2021

Suatu hari, temanmu akan mengajakmu ke sebuah toko baju. Dia mengatakan bahwa banyak orang berbelanja disana dikarenakan baju yang ditawarkan bersifat kekinian. “Kamu wajib beli baju di toko A. Yakin deh, gak akan rugi. Aku udah pernah kesana dan gak nyesel beli baju disana,” ucapnya. Apakah kamu pernah menemukan atau mengalami kejadian seperti itu? Kalau iya, maka perilaku tersebut termasuk ke dalam salah satu contoh dari bandwagon effect.

Photo by Jon Tyson on Unsplash

Bandwagon effect merupakan salah satu fenomena yang sering ditemui dewasa ini. Istilah tersebut digunakan oleh orang berperilaku atau berkeyakinan sesuatu atas dasar mengikuti orang lain. Perilaku ikut-ikutan ini lambat laun menjadi sebuah kebiasaan. Kegiatan seperti itu sering tidak melihat makna dibalik orang lain melakukan hal demikian. Banyak orang justru berperilaku sama hanya agar dianggap tidak ketinggalan zaman.

Asal usul bandwagon effect bermula dari penggunaan bandwagon atau kereta musik itu sendiri. Kereta musik biasa digunakan di suatu parade dengan gaya khasnya, yakni panggung “melayang” yang diarak dengan konser musik di atasnya. Kereta ini mampu mendorong orang sekitar untuk naik ke atas panggung dan menikmati musik yang sedang dimainkan. Efek menular dari musik dan parade bisa dipastikan mampu mengajak orang-orang bersenang-senang. Prinsip ini digunakan sejak abad ke-19 dengan tujuan kampanye politik. Kegiatan ini bermaksud untuk menjembatani gagasan-gagasan para kandidat agar tampak menyenangkan. Kemudian, kegiatan tersebut juga menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak ikut serta dianggap sebagai orang yang ketinggalan.

Dengan berlalunya waktu, kegiatan ini menjadi bentuk manipulasi untuk mempengaruhi orang dalam mengikuti tren di berbagai sisi kehidupan. Akibatnya, banyak orang melakukan perilaku yang sama terlepas baik dan buruknya tren tersebut. Tren baru yang bermunculan setiap saat mengakibatkan orang hampir tidak mampu memutuskan apakah tren tersebut sesuai dengan nilai, norma, atau keyakinan yang dipercaya. Selain itu, si pengikut tren cenderung memiliki mentalitas atas pemikiran kelompok, di mana ia sepaham dengan keyakinan dan perilaku dengan kelompok ia berada.

Pada dasarnya, kita sangat terpengaruh oleh orang-orang di sekitar kita. Apabila ayahmu penikmat musik tua dan memainkannya setiap kamu berada bersamanya, maka kemungkinan besar kamu akan menyukai musik yang sama. Jika kamu berteman dengan orang-orang pencinta gosip, maka nantinya kamu akan menjadi tukang gosip dan selalu update dengan berita terbaru. Bila kamu berada dalam lingkungan pecinta buku, maka kamu akan terdorong untuk membaca buku.

Bandwagon effect terjadi di sekitar kita. Sering tanpa sadar kita mengikuti tren terbaru tanpa memahami maksud dibaliknya. Apabila demikian, cobalah pilih beberapa tren yang bermanfaat bagi diri sendiri, seperti yoga, olahraga sepeda, journaling, dan sebagainya. Sekarang, kamu hanya tinggal memilih akan naik kereta musik yang mana.

When something get hot, everybody want to jump on the bandwagon and act like they created it. — Big Freedia

Rafarda Septiardhya

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Lavanya Podcast
Lavanya Podcast

Written by Lavanya Podcast

Started from a podcast and expanding to written sharing platform. Always believe in people power and our slogan “Love, Respect, Believe”.

No responses yet

Write a response